Selasa, 13 November 2012

Misteri Utuhnya Jasad Fir'aun Yang Tertuang Dalam Al Qur'an





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpQ4UqF4Jvsyl3wWYI5a5KbdP8nobZehk6CzT4DzKT3uyINig1WjERi5zVees59f_X4FNmdKGsR1_V4MY_ZVG8FD0BYtKGNUyarXa_ruL276B3zWKU0GA9rSBy3zGaeRF4ZqYT4qne/s320/96442_ilustrasi-musa-membelah-laut-merah_300_225.jpg

Informasi yang tertuang di dalam 
Al Qur’an, mengenai Fir’aun yang hidup pada masa nabi Musa AS (setelah ia tenggelam di laut), dan keberadaan jasadnya yang masih utuh hingga hari ini, merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT terhadap alam semesta ini.

Pada 1975, di Cairo (Mesir) berhasil dilakukan pengambilan salah satu sampel organ tubuh berkat bantuan dari 
Prof. Michel Durigon. Pemeriksaan yang sangat teliti dengan microscop, menunjukkan kondisi utuh yang sangat sempurna dari objek penelitian itu.


http://a3.img.v4.skyrock.net/a31/nefertary/pics/1944912713_small_1.jpg
Fir’aun Mineptah


Juga menunjukkan, bahwa keutuhan yang sangat sempurna seperti ini tidak mungkin terjadi, andaikan jasad tersebut berada (tenggelam) di dalam laut selama beberapa waktu, bahkan sekali pun ia berada untuk waktu yang sekian lama di luar air, sebelum dilakukan langkah pengawetan pertama.

Di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah 
Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Fir’aun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir, mumi Fir’aun kemudian dibawa ke Prancis.

Bahkan, pihak Prancis membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Fir’aun yang dzalim itu, dengan pesta yang sangat meriah. Mumi pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, dilakukanlah penelitian sekaligus mengungkap rahasia yang ada di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis.

Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah 
Prof. Dr. Maurice Bucaille. Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis, dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L'Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920.

Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Tidak hanya anggota keluarga 
Raja Faisal, anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHXd0ner5t_yO_fmKyHI3W63zo7htwxehp7oNE3i34AO5dB0tY-P73K-OUwjzPCYUJWHSpr-AOxA2QvDB_YfRir9RLtA0_YkNq0LS0_-ccljCXyM9Jctn6Cey5ehb7Xew73UnvnGeW72rO/s1600/ramses.jpg


Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul, ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, sebuah kesempatan bagi Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Fir’aun.

Hasil akhir yang diperolehnya sangat mengejutkan. Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh mumi adalah bukti terbesar, bahwa dia mati karena tenggelam. Jasadnya dikeluarkan dari laut, dan kemudian di balsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.

Penemuannya itu masih mengganjal dalam pikiran sang professor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad mumi yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?

Kami sudah melakukan lebih dari itu dan menitikkan perhatian pada pencarian kemungkinan penyebab kematian Fir’aun, dimana dilakukan penelitian medis legal terhadap mumi tersebut berkat bantuan 
Ceccaldi, direktur laboratorium satelit udara di Paris dan Prof. Durigon.

Dalam pengecekan itu, tim medis berupaya mengetahui sebab di balik kematian ‘ekspress’ akibat adanya memar di bagian kepala tengkorak. Jelas pada setiap penelitian ini sangat sesuai dengan kisah-kisah yang terdapat di dalam kitab-kitab suci, yang menyiratkan bahwa Fir’aun sudah mati saat ombak menelannya.



Bangkai Poros Roda Dari Salah Satu Kereta Kuda Pasukan Fir’aun
Di Laut Merah


Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Fir’aun dari laut dan pengawetannya. Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang rekannya membisikkan sesuatu dan berkata : "Jangan tergesa-gesa, karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini".

Awalnya Bucaille tidak menghiraukan kabar ini, sekaligus menganggapnya mustahil. Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui, kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.

Hingga laporan akhirnya ini diterbitkannya dengan judul "
Les momies des Pharaons et la midecine" (Mumi Fir’aun; Sebuah Penelitian Medis Modern). Berkat bukunya inilah, dia menerima penghargaan "Le prix Diane-PotierBoes" (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan "Prix General" (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.

Salah seorang di antara mereka berkata, bahwa Al Qur’an yang diyakini umat Islam, telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Fir’aun yang kemudian diselamatkannya mayatnya. Ungkapan itu semakin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?

Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sedangkan Al Qur’an telah ada ribuan tahun sebelumnya. Sementara dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Fir’aun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Fir’aun. Bucaille pun semakin bingung dan terus memikirkan hal itu.


http://musadiqmarhaban.files.wordpress.com/2007/06/roda1.jpg
Bangkai Roda Kereta Fir’aun Yang Ditemukan Oleh Arkeolog bernama Ron Wyatt Di Laut Merah 1988


Prof. Bucaille akhirnya meminta untuk di datangkan Kitab 
Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan : "Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Fir’aun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka."

Prof. Bucaille melanjutkan, riwayat versi Taurat yang terkait dengan kisah keberangkatan bangsa Yahudi bersama Musa AS dari Mesir menguatkan analisa yang mengatakan bahwa 
Mineptah, pengganti Ramses II adalah Fir’aun Mesir di masa nabi Musa AS.
"Sebagai catatan : Fir’aun itu bukanlah merupakan nama orang, melainkan sebuah gelar bagi raja-raja Mesir yang ada pada zaman dulu kala. Menurut sejarah, Fir`aun di masa Nabi Musa adalah Minephtah (1232 -  1224 SM), yaitu putra dari Ramses II. Tetapi, ada juga yang menyebutnya dengan Minfitah. Sebagian kisah terkait Raja Fir`aun yang menentang Nabi Musa, sering disebut-sebut sebagai Ramses II, dan bukan Minephtah. Namun setelah diselidiki, ternyata Ramses II justru seorang raja yang baik. Ia bahkan memerintah rakyatnya untuk selalu berbuat adil. Ia memerintah selama 68 tahun pada 1304 - 1237 SM. Sedang anaknya, Minephtah, dikenal sebagai raja yang sangat kejam, lalim dan congkak. Dia itulah yang telah menentang Nabi Musa AS dan bahkan dengan sangat berani mengakui dirinya sebagai tuhan."

Penelitian medis terhadap mumi Mineptah mengemukakan kepada kita, informasi penting lainnya mengenai apa kemungkinan penyebab kematian Fir’aun ini. Kemudian dia membandingkan dengan 
Injil. Ternyata, Injil tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Fir’aun yang masih tetap utuh.

Oleh karenanya, ia pun semakin bingung. Setelah perbaikan terhadap mayat Fir’aun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Prof. Bucaille memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.

Dari sinilah kemudian terjadi perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Fir’aun, dan pengejarannya terhadap Musa, hingga dia tenggelam, dan bagaimana jasad Fir’aun diselamatkan dari laut.





Jasad Fir’aun Ditemukan Pertama Kali Di Laut Merah 1898
Dalam Posisi Bersujud


Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut, seraya membuka mushaf Al Qur’an dan membacakan firman Allah SWT yang artinya :

"Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus : 92)

Bagaimana Orang Mesir Membuat Mumi,,,???

mumi mesir kuno 150x150 Bagaimana Cara Bangsa Mesir Kuno Membuat Mumi?Bangsa Mesir kuno membuat mumi karena mereka percaya dalam kehidupan setelah kematian, seseorang membutuhkan tubuhnya tetap utuh untuk digunakan di akhirat.
Proses pembuatan mumi bukanlah sesuatu yang baku. Seiring dengan perkembangan jaman, metode baru terus ditemukan untuk menyempurnakan metode sebelumnya.
Awalnya, orang Mesir kuno membuat mumi dengan hanya membungkus mayat menggunakan banyak lapisan perban linen.
Metode ini digunakan sebelum mereka memiliki pengetahuan tentang pembalseman. Tentu saja, cara ini gagal mencegah mayat dari pembusukan.
Meskipun semua organ dalam mayat sudah dikeluarkan, tanpa adanya pembalseman, mumi tidak akan bisa bertahan lama seperti yang diharapkan.
Seiring waktu, orang Mesir kuno menemukan metode baru yaitu dengan merendam perban linen dalam resin yang membuat kain linen mengeras.
Kain linen yang mengeras menjadi semacam cangkang yang melindungi mumi sehingga terhindar dari paparan udara luar.
Proses ini juga memungkinkan untuk mencetak wajah mumi sehingga nampak lebih realistis.
Namun, karena proses masih belum menyertakan pembalseman, hasil yang diperoleh masih belum maksimal.
Proses pembuatan mumi semakin sempurna dengan ditemukannya natron atau sejenis garam alami.
Natron digunakan untuk pembalseman mumi dan bekerja dengan mengeringkan jaringan sehingga pembusukan dapat dicegah.
Proses pengeringan umumnya memakan waktu dan beberapa bagian tubuh, seperti kuku, perlu diikat agar tidak terlepas.
Orang Mesir kuno percaya bahwa tubuh harus tiba dalam kondisi utuh di akhirat agar bisa digunakan lagi.
Dalam proses ini organ dalam juga tetap dikeluarkan, kecuali jantung karena akan dibutuhkan di kehidupan yang akan datang.
Seiring waktu, metode pembuatan mumi semakin disempurnakan dengan mengisi rongga tubuh yang kosong dengan serbuk gergaji atau linen.
Seringkali mayat diolesi dengan minyak dan rempah-rempah sebagai bagian dari proses pembalseman.
Masker dari bahan resin yang mengeras sering ditempatkan di atas kepala dan bahu mumi agar mereka memiliki identitas yang dapat dibedakan di akhirat.
Proses mumifikasi bisa memakan waktu hingga 60 hari. Ini berarti pemakaman baru bisa dilakukan dua bulan setelah sang tokoh meninggal